December 18, 2019

Teruntuk hati yang mudah sendu


entah sudah berapa tahun berlalu..
kalau dengar lagu ini masih saja sendu.
merasa dikuatkan dan diingatkan.
bahwa hari esok akan selalu ada.

sepahit apapun perpisahan,
ada hal manis yang layak dikenang.
seburuk apapun kesalahan,
ada esok yang setia menunggu perubahan.
jika merasa sendiri,
hanya selalu ingat bahwa banyak yang mencintai.
jika merasa tak mampu hadapi,
hanya selalu ingat bahwa banyak hal yang telah berhasil dengan sekuat tenaga dilalui.

December 8, 2019

Mendewasakan dewasa


Aku pernah mempunyai kesempatan mengajar anak usia TPA sampai mahasiswa.
Pernah mengajar di kampus negeri maupun beberapa kampus swasta. Beberapa diantaranya berlatar belakang agama dan aturan yang berbeda. Hal itu membuat respon serta interaksi dengan mereka berbeda-beda pula. Saat pertama kali tatap muka, pastilah aku merasa kesulitan atau sekedar deg-degan. Setiap semester berlalu, ada saja yang mengingatkan masa lalu. Beberapa dari mereka bahkan tak sekedar menyampaikan pesan kesan, pun memberiku bingkisan.
Waktu berlalu..
Aku menyibukkan diri dengan anakku.
Aku fikir, inilah tantangan terbesar dalam hidup.
Mengasuh, mendidik, dan menemani ia bertumbuh.
Memang benar.
Namun ada yang lebih besar yang masih harus aku latih.
Ada hal di lingkungan yang perlu diperhatikan.
Lingkungan baru, dengan berbagai konsep hidup masing-masing individu.
Namun ternyata..
Menjadi ibu, membuatku lebih mampu mengontrol diri.
Untuk sabar, walau belum tingkat final.
Untuk selalu belajar, rendah hati, serta jujur terlebih pada diri sendiri.
Menjadi ibu, membuatku mampu mengerem emosi saat ada yang meremehkan.
Membuatku mampu mengerem keinginan saat yang lain berlomba-lomba memamerkan.
Menjadi ibu, memang suatu titik balikku dalam kehidupan.
Dimana aku tak lagi peduli dengan omongan dan apa-apa yang memang bukan menjadi kebutuhan.

- Elfira -

October 8, 2019

Tentang resign yang terburu-buru

Akhirnya aku nulis!
@annisast udah lama banget memotivasi aku secara tidak langsung buat nulis, tapi entah kenapa semua draft nggak enak rasanya untuk aku publish. Apa karena tulisan-tulisanku emang dasarnya curhat ya, makanya ngerasa nggak pantes dibaca khalayak.
Saat ini kak Icha lagi bahas tentang resign. Tergelitik kembali. Biasanya aku cuma respon pembahasan dia di Instagram Story, but now aku pengen sekalian tulis aja di blogpost.

Mulanya April 2017, bulan pertama menikah masih LDR dan aku tinggal di rumah mertua. Banyak yang bilang awal pernikahan emang cobaan banyak amat ya hahahaha. Kerasa sih. Untungnya aja April-Mei itu banyak longweekend dan suamiku rajin banget bolak balik nyamperin aku. Tapi kemudian seketika aku terguncang pas ibu mertuaku bilang ke aku, "Terus besok gimana, kudu dipikirin, masa mau bolak balik, apa mau tetep kerja disini atau gimana". Yang saat itu kayaknya otakku belum sempurna atau faktor hamil muda masih sensitif banget, aku langsung mutusin sendiri untuk OK AKU BAKAL SEGERA RESIGN.

Rencana awal aku dan suami mantep tentang kapan aku resign, yaitu akhir tahun. Dimana aku bakal udah hamil 9 bulan untuk tinggal bareng dia. Tapi ternyata beberapa situasi nyadarin aku, pertama: fakta bahwa kami pengantin baru dan tidak saling kenal. Kami baru bertemu Desember 2016 akhir dan menikah Maret 2017, 5 tahun enggak pernah ketemu dan komunikasi sama sekali setelah lulus SMA, ngebuat aku ngerasa kalau kami perlu penyesuaian dan kenal lebih jauh lagi sebelum status berubah dari suami-istri ke ayah-ibu.
Kedua: fakta bahwa sesantai apapun, sepercaya apapun kami satu sama lain, ada aja yang ngebuat kami mikir kalau bakal ada kesempatan untuk selingkuh. Oke, ini bukan tuduhan ke pasangan lho. Situasinya gini, pernah nggak sih kamu ngalamin masa dimana kamu tu engga suka sama orang tapi orang itu ngebet banget ke kamu, walaupun kamu udah nikah, nah situasi-situasi yang begini nih yang bisa bikin salah paham kalau orang ketiga ada diantara kita. Ketiga: fakta bahwa YAUDAH SIH DISANA (IKUT SUAMI) BAKAL GAMPANG NYARI KERJAAN JUGA. Tetoooot! Emang mulut harus banyak ngomong doa, jangan asal ngegampangin yah. You know what I mean.

Oke setelah beberapa fakta itu, bisa aku simpulin sih. Apakah nyesel resign? Sebenernya engga. Engga nyesel karena alasan-alasan itu. Ditambah lagi, ternyata aku tipe yang suka banget di rumah bareng anak. Pas hamil emang berat banget, sensitif, berantem sama suami karena nggak ada yang bikin sibuk. Tapi semenjak anak lahir, seketika jadi orang tersibuk. Termulti talenta. Teraktif. Terbaik melakukan semua hal. TERCAPEK JUGA HEHEHE. Aku kerjain semua sendiri, nggak ada tuh bagi-bagi tugas ke suami ya karena emang dia nggak mau juga. I'm happy. Sibuk sama anak bikin happy. Tapi kadang juga pengen diapresiasi bahwa aku ngelakuin hal-hal super, walaupun nggak pernah diapresiasi, yaudah nggak sedih juga sih HAHAHAHA. Yang penting aku bangga sama diri sendiri. Apresiasi dari diri sendiri yang paling penting, kan?

Jadi, kenapa sekarang kepengen kerja lagi? Pertama: duit. Nggak boleh ngomongin rumah tangga, tapi kalau semua orang punya perhitungan dan rencana masa depan, nggak bakal tabu kan kalau aku bilang pengen punya duit banyak. Kedua: aku ngerasa anakku sudah besar, sudah cukup baik aku urus, dan aku pengen dia nyobain sekolah sama temen-temennya. Ketiga: pengen nantang diri sendiri aja, kalau aku kerja apa rumah bakal berjalan seperti sekarang juga? Kalau aku kerja apakah aku akan punya power untuk atur tugas rumah tangga? Penasaran.

Oke, selagi itu belum terjadi. Marilah belajar dan mempersiapkan diri. Semangat!